Nasional, FaktaBMR.com – Dilansir dari cnnindonesia.com, PT PLN(Persero) menyatakan setiap pelemahan Rp1.000 per dolar AS, beban utang perusahaan meningkat Rp9 triliun. Pasalnya, mayoritas utang perusahaan dalam denominasi valuta asing (valas).
“70 persen dari utang PLN dalam valas. Barang tentu (ketika) rupiah melemah, jumlah utang dari sisi rupiah meningkat. Tiap Rp1.000 melemah terhadap dolar AS biaya PLN meningkat sebesar Rp9 triliun. Kalau melemah Rp2.000 kena Rp18 triliun peningkatan biaya utang,” ujar Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR secara virtual, Kamis (16/4).
Sebagai catatan, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI, rupiah siang ini bertengger di Rp15.787 per dolar AS. Artinya, rupiah sudah melemah Rp1.892 per dolar AS dari posisi awal tahun Rp13.895 per dolar AS.
Zulkifli mengungkapkan besarnya porsi utang valas terjadi karena kemampuan pembiayaan bank domestik terbatas. Sementara, PLN membutuhkan modal yang besar untuk membangun proyek ketenagalistrikan. Sebagai gambaran, untuk merealisasikan megaproyek 35 ribu MW, perseroan setidaknya membutuhkan Rp1.000 triliun.
“Batas maksimum pemberian kredit (BMPK) bank domestik terbatas, mereka hanya punya BMPK Rp140 triliun sementara kebutuhan PLN jauh lebih besar sehingga mesti pinjam ke bank luar,” ujarnya.
Kendati demikian, perseroan telah berusaha memitigasi risiko pelemahan nilai tukar semaksimal mungkin dengan melibatkan bank domestik. Misalnya, dengan melakukan lindung nilai (hedging).
Sebagai informasi, berdasarkan laporan keuangan PLN pada kuartal III 2019, total utang perseroan mencapai Rp615,1 triliun atau meningkat 8,8 persen dari posisi tahun sebelumnya, Rp565,1 triliun.
(Sumber : cnnindonesia.com)