FaktaBMR, Nasional – Dilansir dari cnbcindonesia.com, Beberapa negara di dunia sedang dibuat pusing oleh tingginya jumlah ‘jomblo’ alias orang lajang di negara mereka. Ini dikarenakan para jomblo yang tidak juga menikah itu, bisa menyumbang perlambatan ekonomi suatu negara.
Hal ini pernah diungkapkan analis politik dan ekonomi Jake Novak dalam penelitiannya yang dimuat CNBC International beberapa waktu lalu.
Dalam analisisnya, Jake mengatakan penurunan gairah seks atau resesi seks yang juga menandakan menurunnya pernikahan, mengindikasikan bahwa kaum milenial juga akan menunda aspek-aspek kedewasaan lainnya seperti membeli rumah atau mobil, yang mana akan menyumbang perlambatan ekonomi.
“Ini menjadi hal serius yang menyebar ke sejumlah sektor bisnis mulai dari real estate, pakaian hingga kontrasepsi dan berujung pada menurunnya Produk Domestik Bruto (PDB),” tulis Jake.
Dalam ekonomi, resesi berarti kontraksi pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal beruntun.
Namun ternyata, sebelum itu, Frank Newport dan Joy Wilke dari Gallup juga pernah melakukan penelitian yang membuktikan bahwa tingginya jumlah warga yang menikah memang benar bisa membantu meningkatkan ekonomi sebuah negara. Itu dikarenakan pasangan yang menikah cenderung memiliki lebih banyak pengeluaran.
“Orang Amerika yang sudah menikah menghabiskan lebih dari rata-rata orang Amerika karena mereka memiliki pendapatan yang lebih tinggi dari rata-rata. Orang Amerika lajang menghabiskan lebih sedikit, sebagian karena mereka memiliki pendapatan lebih rendah dari rata-rata,” jelas mereka, sebagaimana dikutip dari The Guardian.
Baca Juga : Hari Amal Bakti Kemenag RI, BAZNAS Kucur Santunan Rp50 Juta
Frank Newport dan Joy Wilke melakukan survei terhadap 130.000 orang untuk menemukan hasil tersebut.
Dari survei tersebut diketahui bahwa orang Amerika yang sudah menikah melaporkan rata-rata pengeluaran harian sebesar US$ 102, sementara mereka yang tinggal bersama dalam kemitraan domestik menghabiskan sekitar US$ 98, dan orang amerika yang bercerai menghabiskan US$ 74. Sedangkan mereka yang berstatus janda menghabiskan sekitar US$ 62.
“Dalam lingkup semua kelompok umur, mereka yang menikah menghabiskan lebih banyak daripada mereka yang memiliki status perkawinan lainnya,” jelas mereka.
Karena konsumsi adalah bagian dari pertumbuhan ekonomi, mereka mengatakan bahwa jika semakin banyak orang melajang maka jelas hal itu semakin mempercepat perlambatan ekonomi.
Pernyataan itu diperkuat oleh Jennifer Silva, seorang sosiolog di Harvard Kennedy School. Silva mengatakan pengeluaran yang tinggi bukan hanya dihabiskan untuk mereka yang sudah menikah. Mereka yang akan menggelar pesta pernikahan pun jelas akan membelanjakan banyak dana, yang bisa meningkatkan konsumsi.
“Pernikahan adalah kemewahan. Dibutuhkan banyak untuk berinvestasi pada orang lain,” kata Silva. Ia menyebut rata-rata biaya pernikahan di Amerika menghabiskan sekitar US$ 27.000.
Sumber : cnbcindonesia.com