Kotamobagu, FaktaBMR.com – Selasa 10 maret 2020 pagi, matahari masih tampak malu – malu, namun Lus Mokoginta, sudah sibuk menata tempat, menyiapkan timbangan, alat ukur dan alat kesehatan lainnya serta mengundang orang tua balita untuk datang di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Melati yang terletak di Desa Pontodon, Kecamatan Kotamobagu Utara, Kota Kotamobagu.
Di dalam kegiatan posyandu juga dilaksanakan aktifitas penyuluhan kesehatan dengan topik seperti Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), ASI Eksklusif, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Pentingnya Akte Kelahiran, hygiene dan sanitasi.
Lus Mokoginta merupakan Kader Pembangunan Masyarakat (KPM) yakni kader masyarakat terpilih yang mempunyai kepedulian dan bersedia mendedikasikan diri untuk ikut berperan dalam pembangunan manusia di Desa, terutama dalam monitoring dan fasilitasi konvergensi penanganan stunting. Pengertian konvergensi intervensi pada sasaran adalah bahwa setiap ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas, dan anak usia 0-23 bulan mendapatkan akses layanan atau intervensi yang diperlukan untuk penanganan stunting secara terintegrasi.
Menurut Lus, tugas sebagai kader KPM tidak mudah dalam hal kesadaran orang tua untuk rutin setiap bulan mengikuti kegiatan menimbang balitanya di Posyandu masihlah tidak optimal. Jumlah balita yang ikut kegiatan di Posyandu Pontondon itu setiap bulannya selalu di bawah 100 balita dari total 130 balita yang ada di wilayahnya.
Orang tua memiliki alasan bermacam-macam. Ada orang tua yang bilang anaknya masih tidur, sedang pergi dan banyak pula yang berdalih lupa. Padahal, pihaknya tak pernah bosan terus mengingatkan jadwal timbang di Posyandu. Kalau sudah begitu terpaksa harus jemput bola datang ke rumah-rumah orang tua balita bersama Kader Posyandu dan Petugas dari Puskemas.
Pentingnya rutin membawa balita ke Posyandu salah satunya untuk memantau pertumbuhan setiap bulan. Pemantauan tinggi badan balita menurut umur merupakan upaya mendeteksi dini kejadian stunting pada anak agar dapat segera mendapatkan penanganan untuk menunjang tinggi badan optimal.
Dampak Stunting Pada Masa Depan Anak
Dari Data Dinas Kesehatan Kotamobagu yang diinput melalui e-PPGBM yang diambil pada tanggal 9 Maret 2020, bahwa di Kotamobagu ada 6.832 balita yang sudah diukur sesuai tinggi badan berdasarkan umur, tercatat ada 765 balita (11,2%) masuk indikasi stunting. Namun data tersebut masih terus dilakukan validasi.
Berdasarkan sebaran Puskesmas
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kotamobagu, dr. Tanty Korompot MM.Kes, stunting adalah sebuah kondisi ketika tinggi badannya berada di bawah standar anak seusianya. Stunting adalah gangguan pertumbuhan kronis pada anak akibat gizi buruk dalam waktu lama.
Gizi buruk ini bisa dipengaruhi beberapa hal seperti Ibu hamil yang kekurangan gizi, tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap, sanitasi lingkungan yang buruk, dan bayi tidak mendapatkan ASI (air susu ibu) eksklusif,
Ibu hamil bila tidak mendapatkan gizi yang cukup pada masa kehamilan dapat mengakibatkan ukuran tinggi dan berat badan bayi yang dilahirkan di bawah standar. Bayi dikatakan memiliki berat lahir rendah atau BBLR apabila memiliki berat badan kurang dari 2500 gr (2,5 kg) atau di bawah 1,5 kg. Dengan kondisi bayi yang memiliki berat lahir rendah, kemungkinan akan mengalami masalah kesehatan dan memiliki kecenderungan untuk menjadi stunting.
Demikian juga dengan tinggi badan. Misalnya anak berusia 2-5 tahun dengan tinggi badan 120 cm, maka berat badan yang ideal berkisar 23-25 kg. Sedangkan, seorang anak dikatakan stunting jika berat badannya hanya 19-20 kg dengan tinggi yang sama.
Melewatkan imunisasi juga bisa menyebabkan stunting. Karena tanpa imunisasi, anak kemungkinan besar mengalami infeksi berulang yang berpengaruh pada pertumbuhan. Sedangkan manfaat imunisasi adalah untuk menstimulasi sistem imun dalam membentuk antibodi yang dapat mengurangi anak dari resiko infeksi. Di mana peran imunisasi memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian stunting.
Kurangnya kebersihan lingkungan atau sanitasi dapat menyebabkan anak-anak terkontaminasi bakteri. Anak-anak yang terkontaminasi bakteri karena kurangnya kebersihan di lingkungan rumah bisa mengarah ke infeksi usus. Hal inilah yang juga memengaruhi status gizi mereka. Bahkan anak yang sering mengalami penyakit berulang seperti diare dan infeksi cacing usus (helminthiasis) akibat paparan lingkungan kotor juga dapat dikaitkan dengan stunting.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama akan memberikan perlindungan terhadap infeksi sehingga mencegah stunting. ASI merupakan asupan nutrisi dan sumber protein berkualitas baik yang dapat memenuhi ¾ kebutuhan protein pada bayi usia 0–24 bulan agar anak tidak mengalami stunting. Jika anak tidak mendapatkan ASI sejak dilahirkan, ia akan kekurangan gizi maupun sistem kekebalan dan pada akhirnya menyebabkan stunting.
“Untuk itu Ibu Balita yang harus tetap bekerja di luar rumah, diupayakan tetap memberikan ASI eksklusif. Terutama bayi usia minimal 0-6 bulan wajib diberikan ASI eksklusif,” tegas Nurani Linu Amd.Gz, Tenaga Pelaksana Gizi Puskemas Bilalang.
Nurani tidak menyarankan bayi diberi susu formula atau biasanya disebut PASI (Pengganti Air Susu Ibu), kecuali ada kondisi darurat tertentu.
“Penggunaan PASI dapat diberikan jika si Ibu menderita sakit parah atau menular. Dalam keadaan seperti itu, bayi dapat diberikan PASI berupa susu formula, namun pemberian susu formula harus sesuai dengan petunjuk dokter atau petugas kesehatan,” ungkapnya.
Masyarakat luas masih banyak yang berpikir bahwa susu formula memiliki kualitas gizi yang sama baiknya atau bahkan lebih baik dari ASI. Sehingga sering kita dengar, sebagian masyarakat mengatakan dengan bangga bahwa buah hatinya minum susu dengan merk tertentu, dimana semakin mahal harga sebuah produk susu formula maka semakin tinggi derajat orangtua di mata masyarakat.
“Faktanya ternyata susu formula juga bisa memiliki risiko tinggi terhadap masa depan kesehatan anak manusia. Bukan sekedar risiko jangka pendek dan menengah, namun yang perlu diperhatikan adalah risiko jangka panjang dari penggunaan susu formula. Untuk itu pemberian susu formula juga harus sesuai petunjuk dokter atau petugas kesehatan,” terangnya.
Sebenarnya ada beberapa kelemahan akibat pemberian susu formula, antara lain bayi tidak memperoleh zat kekebalan yang ada pada ASI sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi, ancaman kekurangan gizi apabila tidak diberikan sesuai dengan ketentuan petunjuk penggunaan pada susu formula, ancaman kegemukan apabila susu formula diberikan secara berlebihan, bayi cenderung lebih mudah terserang diare dan alergi, kemungkinan pertumbuhan mulut, rahang, dan gigi yang tidak baik. Dan yang juga penting, tidak diberikan ASI bisa mengurangi ikatan kasih sayang antara ibu dan anak yang akhirnya dapat mempengaruhi perkembangan mental si bayi.
Dampak Stunting terhadap kesehatan anak dapat mempengaruhi dari kecil hingga dewasa. Dalam jangka pendek, stunting pada anak menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik. Sekilas, proporsi tubuh anak stunting mungkin terlihat normal. Namun, kenyataannya ia lebih pendek dari anak-anak seusianya.
Seiring dengan bertambahnya usia anak, stunting dapat menyebabkan berbagai macam masalah, di antaranya kecerdasan anak di bawah rata-rata sehingga prestasi belajarnya tidak bisa maksimal. Sistem imun tubuh anak tidak baik sehingga anak mudah sakit. Anak akan lebih tinggi berisiko menderita penyakit.
Dukungan Perusahaan pada Kampanye ASI Eksklusif
Sampai anak berusia 2 tahun, atau dikenal dengan 1.000 hari pertama, adalah masa emas yang sangat kritis. Pasalnya, masa ini sangat memengaruhi kesehatan dan kecerdasan anak hingga ia beranjak dewasa. Anak mengalami malnutrisi berupa stunting atau anak tubuh pendek pada 1.000 hari pertama kehidupannya.
“Salah satu penyebabnya adalah manfaat ASI eksklusif yang tidak dimaksimalkan hingga enam bulan, atau dengan kata lain bayi lepas ASI eksklusif terlalu dini,” ujar Nurani.
Bayi membutuhkan ASI dan asupan makanan yang cukup untuk meningkatkan status gizinya selama masa pertumbuhan. Jika asupannya kurang, maka pertumbuhan dan perkembangan anak tentu akan terhambat, bahkan terbawa hingga ia dewasa.
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur enam bulan karena ASI mengandung gizi lengkap yang mudah dicerna oleh perut bayi yang kecil dan sensitif. “Itulah mengapa, hanya memberikan ASI saja sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi di bawah usia enam bulan,” ungkapnya.
Lebih tegas, Nurani menyampaikan bahwa pemberian ASI eksklusif juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan sumber makanan terbaik sejak dilahirkan sampai berusia 6 bulan.
Dukungan untuk pemberian ASI eksklusif terutama usia bayi 0-6 bulan untuk pencegahan stunting, juga dilakukan oleh perusahaan susu formula. Seperti yang dilakukan oleh Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia. Perusahaan ini memiliki beberapa unit usaha, yang merupakan gabungan dari 3 perusahaan, yaitu PT Sari Husada, PT Nutricia Indonesia Sejahtera dan PT Nutricia Medical Nutrition. Produk Danone SN Indonesia ini berupa susu formula dengan merek dagang SGM, Nutrilon dan Bebelac.
Dalam Laporan Berkelanjutan Danone SN Indonesia 2017-2018, disebutkan perusahaan ini mempunyai program untuk pencegahan stunting. Program ini diturunkan dalam diagram berikut :
Diagram ini menggambarkan Danone SN Indonesia memiliki 3 program utama yang mencakup langkah kedua dan ketiga kerangka program pencegahan stunting yakni pelatihan Tenaga Kesehatan dan Kader Posyandu, sistem rujukan berjenjang untuk balita yang stunting dan berisiko stunting, tatalaksana stunting oleh Dokter Spesialis Anak dengan pengawasan di bawah Dokter Puskesmas, Tenaga Pelaksana Gizi & Bidan Desa.
Pihaknya juga melakukan pemantauan dan evaluasi dengan didukung oleh Bidan Desa, pihaknya memantau pasokan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) dan melakukan pertemuan rutin dengan dokter spesialis anak untuk menilai peningkatan status gizi anak, yang pada akhirnya digunakan sebagai pertimbangan pengembangan rencana program untuk masa depan.
Sebagai hasilnya, berdasarkan kerangka kerja itu, pihaknya mendefinisikan 3 aspek spesifik pencegahan stunting yakni penerapan pola pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang benar-benar melengkapi semua nutrisi. Deteksi dini oleh kader di bawah pengawasan Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dan Bidan Desa. Bekerja sama juga dengan pemerintah mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) guna mengetahui kondisi yang menyebabkan stunting seperti gizi buruk, Failure to Thrive (FTT), alergi makanan dan kelainan metabolism bawaan (PKU, MSUD, dll.).
Sayangnya, program ini belum merata sampai di Kotamobagu. Menurut keterangan Anindita Sarawati Dwiwinata (External Communication for Specialized Nutrition, Danone SN Indonesia) sampai hari ini, belum ada program pencegahan stunting sampai di Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Wilayah yang pernah mendapat program Danone SN Indonesia di provinsi Sulawesi Utara, adalah Kabupaten Minahasa Utara, tepatnya di kecamatan Airmadidi. Programnya tidak langsung tentang pencegahan stunting, meskipun masih berkaitan yaitu intervensi gizi sensitif dengan membangun Water Access Sanitation and Hygiene (WASH).
Secara nasional, program Aksi Cegah Stunting dari Danone SN Indonesia baru akan terlaksana di 45 kabupaten/kota yang dimulai di Pulau Jawa dengan fokus pada peningkatan kualitas fasilitas dan tenaga kesehatan, intervensi gizi yang diawasi oleh dokter spesialis anak, hingga perbaikan alur rujukan bagi anak yang terindikasi stunting.
“Pada 2019, kami melakukan penandatanganan MoU dengan Provinsi Jawa Barat untuk melakukan integrasi program pencegahan stunting bertajuk Bersama Cegah Stunting di 26 kabupaten/kota di Jawa Barat sampai dengan tahun 2022,” ungkap Anindita.
Danone SN Indonesia dalam Laporan Keberlanjutan 2017-2018 menegaskan 10 Komitmen-nya. Salah satu komitmennya adalah pihaknya berkomitmen untuk mendukung rekomendasi World Health Organization (WHO) tentang kesehatan masyarakat global yang menyerukan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi dan diteruskan sampai usia dua tahun atau lebih, dikombinasikan dengan pengenalan makanan pendamping yang aman dan sesuai. (Komitmen ke-8)
“Berkaitan dengan produk untuk anak di bawah usia 1 (satu) tahun, Danone dan seluruh produknya percaya ASI merupakan yang terbaik untuk anak, khususnya pada periode emas 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK),” tegas Anindita.
Danone SN Indonesia sebenarnya juga memproduksi susu formula untuk usia 0-6 bulan. Di pasaran, kita akan menemui merek Nutricia Bebelove 1 dan Nutricia NutriBaby Royal yang diperuntukkan bayi usia 0-6 bulan.
Namun Danone punya kebijakan khusus yaitu Kebijakan Danone untuk Pemasaran Produk Pengganti Air Susu Ibu, yang mengatur bagaimana produk ini dijual. Kebijakan ini di antaranya mengatur bahwa Danone tidak akan mengiklankan atau mempromosikan susu formula usia 0-6 bulan kepada masyarakat umum. Juga tidak akan membagikan sampel produk susu formula usia 0-6 bulan ke ibu hamil maupun keluarganya, serta beberapa peraturan ketat lainnya.
“Kami memastikan penerapan praktik pemasaran yang etis dan bertanggung jawab. Kami tidak melakukan promosi atau mengiklankan produk susu formula untuk anak usia di bawah 1 tahun sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia. Kami menghimbau konsumen untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan sebelum menggunakan produk susu formula apabila terdapat indikasi medis tertentu,” jelas Anindita
Kamis siang 26 Maret 2020, FaktaBMR.com memantau penjualan produk susu formula yang ada di Kotamobagu salah satunya di sebuah swalayan yang menjual produk susu formula SGM untuk usia 0-6 bulan.
Menurut Sales Promotion Girl (SPG) PT SGM, Ria Marcella, dia selalu menjelaskan kepada konsumen pembeli produk Susu Formula usia 0-6 bulan, disarankan terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada Dokter, Tenaga Kesehatan atau Ahli Gizi. Dan biasanya pembeli produk susu formula usia 0-6 bulan sudah melakukan konsultasi ke Dokter terlebih dahulu.
“Bagi bayi di bawah 6 bulan, idealnya harus mendapatkan ASI eksklusif, yaitu ASI saja tanpa tambahan apapun. Tetapi ada beberapa kondisi medis yang menyebabkan anak tersebut atau ibunya tidak bisa memberikan ASI. Untuk pemberian susu formula sendiri kan ada aturannya, sesuai dengan umur anaknya. Wajib sebelumnya melakukan konsultasi ke dokter anak terlebih dulu untuk mengetahui susu formula apa yang kira-kira bisa diberikan kepada anak agar cocok,” jelas Ria.
Upaya Pemerintah Dalam Pengurangan Stunting
Dokter Tanty selaku Kepala Dinas Kesehatan Kotamobagu sangat memahami bahwa stunting adalah persoalan serius yang merampas hak dasar anak atas kesehatan dan tumbuh kembang yang baik. Jika tidak ditangani dengan benar, yang dipertaruhkan adalah keberlangsungan hidup anak di masa mendatang. “Oleh karena itu, kita berkewajiban untuk bersama-sama menanggulangi persoalan stunting melalui kolaborasi yang erat terpadu dan terencana dengan baik melibatkan seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya.
Dinas Kesehatan Kotamobagu telah menjalankan program pencegahan stunting seperti Peningkatan Gizi Masyarakat melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) seperti biskuit untuk anak usia 12 – 24 bulan.
Dinkes Kotamobagu juga melakukan intervensi spesifik di antaranya pemberian tablet tambah darah untuk remaja putri, calon pengantin dan ibu hamil, promosi dan kampanye tablet tambah darah, mengadakan kelas ibu hamil. Selain itu suplementasi vitamin A, promosi ASI eksklusif, promosi makanan pendamping ASI (MP-ASI), suplemen gizi mikro (Taburia), suplemen gizi makro (PMT), dan promosi makanan berfortifikasi termasuk garam ber-iodium.
Ada pun intervensi gizi sensitif, lanjut dia, Dinkes Kotamobagu juga melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan, penyediaan air bersih dan sanitasi, pendidikan gizi masyarakat, imunisasi dasar lengkap, pengendalian penyakit Malaria, TB dan HIV/AIDS, memberikan edukasi kesehatan seksual, serta reproduksi dan gizi pada remaja.
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa, Rum Mokoagow, menyampaikan saat ini juga telah ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa, dimana salah satunya mengatur penggunaan Dana Desa untuk pencegahan stunting di tingkat Desa.
“Terkait untuk laporan konvergensi pencegahan stunting akan mulai dilaksanakan untuk tahun 2021 mengacu pada laporan penyaluran Dandes tahun 2020 ini,” ungkapnya.
Lidiyawati Djufri Sekretaris Desa Pontondon, saat bersua dengan FaktaBMR.com dirinya juga telah menerima surat edaran dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengenai pembinaan dan pengendalian dana desa tahun anggaran 2020.
Dalam surat edaran tersebut menyatakan peningkatan layanan publik bidang kesehatan di Desa yaitu perbaikan dan atau pelayanan gizi anak dalam rangka pencegahan stunting, dapat dibiayai dari dana desa tahun anggaran 2020.
Lidiyawati menceritakan Desanya telah menyiapkan program terkait pencegahan stunting seperti penyediaan air bersih berskala desa, sanitasi lingkungan, bantuan Insentif kader kesehatan, perawatan atau pendampingan ibu hamil, nifas, dan menyusui, pengadaan, pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pengelolaan dan pembinaan UKBM (Poskedes/Polindes, Posbindu, Posyandu, dan pos kesehatan lainnya), penyelenggaraan dan pemberdayaan masyarakat dalam promosi kesehatan dan gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS). Serta pemantauan pertumbuhan dan penyediaan makanan tambahan sehat untuk peningkatan gizi bayi, balita dan anak sekolah.
“Pemantauan pertumbuhan balita dilakukan oleh kader dan penyediaan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) bayi, balita dan anak seperti biskuit ataupun susu formula, kunjungan rumah oleh kader untuk pemantauan pertumbuhan balita. Dari situlah kami mendapatkan laporan apa saja yang menjadi kebutuhan untuk pemenuhan gizi maupun untuk penanganan stunting,” pungkasnya.
Penulis: Ainur Rofik
Artikel ini didukung dari penerimaan Fellowship Sustainability Report yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Global Initiative Report (GRI).