Karena Corona, Risiko Utang RI Tertinggi Sejak 2015

nasional275 views

Nasional, FaktaBMR.com –  Dilansir dari cnbcindonesia.com, Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia naik tajam sepanjang perdagangan pekan ini. Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini turun karena maraknya aksi jual.

Sepanjang pekan ini, yield Surat Berharga Negara (SBN) seri acuan tenor 10 tahun naik 79,4 basis poin (bps). Pada perdagangan akhir pekan, yield SBN tenor 10 tahun berada di posisi tertinggi sejak Januari 2019.

Tidak hanya yield, premi risiko utang Indonesia juga naik. Premi risiko utang dicerminkan oleh instrumen Credit Default Swap (CDS). Semakin tinggi CDS, kian tinggi pula risiko untuk gagal bayar (default).

Pada perdagangan akhir pekan, CDS Indonesia tenor 5 tahun berada di 261,41 bps sementara yang tenor 10 tahun ada di 333,88 bps. Keduanya berada di level tertinggi sejak 2015.

Investor asing terus melakukan aksi jual. Per 18 Maret, kepemilikan asing di SBN tercatat 975,37 triliun. Turun Rp 105,92 triliun dibandingkan posisi awal tahun.

Bank Indonesia (BI) memang terus membeli SBN sebagai salah satu dari tiga upaya stabilisasi nilai tukar rupiah. Per 18 Maret, kepemilikan BI di SBN adalah Rp 193,76 triliun, tertinggi sejak 2 Januari.

“Kami membeli SBN yang dijual oleh asing,” ujar Perry Warjiyo, Gubernur BI, pekan ini.

Semua Karena Corona

Namun meski sudah ada BI sebagai ‘penadah’, koreksi harga SBN tetap tidak terbendung. Apa penyebabnya?

Virus corona. Ya, virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu telah membuat perekonomian dunia porak-poranda.

Mengutip data satelit pemertaan ArcGis pada Minggu (22/3/2020) pukul 11:43 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia mencapai 307.278 dengan korban meninggal 13.049. Virus corona sudah menyebar di lebih dari 170 negara.

Untuk membatasi penyebaran virus, banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown). Misalnya di Italia, negara dengan pasien corona sebanyak 53.578 orang, tertinggi kedua setelah China.

Sedangkan korban jiwa di Negeri Spageti mencapai 4.825 orang, tertinggi di dunia. Tingkat kematian akibat virus corona di Italia sudah lebih dari 9%.
Meski Itaia sudah menerapkan lockdown, tetapi penyebaran virus corona bukannya turun malah semakin menggila. Oleh karena itu, pemerintah setempat berencana mengeluarkan kebijakan yang lebih keras.

“Kita semua harus melakukan sesuatu yang lebih untuk menahan penyebaran virus. Perilaku masyarakat yang tepat adalah kunci untuk memenangkan pertempuran ini,” tegas Roberto Speranza, Menteri Kesehatan Italia, seperti diberitakan Reuters.

Kini, pemerintah Italia praktis sudah melarang seluruh bentuk olahraga di luar ruangan setelah tidak mengizinkan warga untuk jogging dan bersepeda. Sebelumnya dua jenis olahraga ini masih diperbolehkan asal dilakukan sendiri.

Masalahnya, kebijakan lockdown atau berbagai bentuk pembatasan aktivitas publik membuat roda perekonomian berjalan lambat, bahkan mungkin berhenti sama sekali. Artinya, pelambatan ekonomi global bukan lagi soal terjadi atau tidak tetapi seberapa dalam. Ini yang membuat investor ogah mendekati aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Situasi saat ini memang sedang tidak mendukung untuk mengambil risiko. Bahkan obligasi pemerintah di Asia yang menawarkan imbalan tinggi juga tidak menarik,” ujar Pan Jingyi, Market Strategist di IG Asia, seperti dikutip dari Reuters.

 

 

 

(Sumber : cnbcindonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *