Nasional, FaktaBMR.com – Dilansir dari Liputan6.com, Jakarta Kabar baik untuk perkembangan penanganan virus Corona Covid-19 di Indonesia datang menyusul pengumuman dari Presiden Jokowi di Istana Negara, Jumat (20/3/2020). Presiden menjelaskan bahwa Indonesia akan mendatangkan obat Avigan dan Chloroquine untuk menangani pengobatan virus corona.
Menurut Jokowi, pemerintah telah memesan dua juta obat flu Avigan, yang diantaranya sebanyak 5.000 telah didatangkan. Sedangkan, obat Choloroquine juga telah disiapkan sebanyak tiga juta.
Hal ini tentunya diharapkan dapat segera mengatasi masalah penyebaran virus corona yang semakin meningkat di Indonesia.
Avigan dan Chloroquine telah diuji dan diklaim dapat memberi kesembuhan bagi penderita Covid-19 oleh negara lain. Jokowi menyampaikan bahwa obat tersebut sudah digunakan beberapa negara dan terbukti berdampak positif dan memberikan kesembuhan terhadap pasien corona. Meski sebenarnya sampai saat ini belum ada obat atau vaksin yang memang spesifik untuk Covid-19 itu sendiri.
Kedua obat tersebut nantinya akan diproduksi secara massal untuk menekan angka kematian akibat virus corona ini. Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Sabtu (21/3/2020) tentang Avigan dan Chloroquine
Mengenal Obat Flu Avigan Cara Kerjanya Melawan Virus Corona
Dikembangkan oleh Fujifilm Toyama pada tahun 2014, Avigan (Favipiravir) merupakan agen anti-virus yang secara selektif berpotensi menghambat RNA-dependent RNA polimerase (RdRp) dari virus RNA.
Obat ini telah diuji coba pada 200 pasien virus corona di Rumah Sakit Wuhan dan Shenzen sejak Februari. Otoritas medis di Tiongkok pun mengakui bahwa obat yang digunakan di Jepang untuk mengobati jenis baru influenza ini tampak efektif pada pasien COVID-19.
Zhang Xinmin, seorang pejabat di kementerian ilmu pengetahuan dan teknologi China, mengatakan Avigan memberikan hasil yang positif dalam uji klinis di Wuhan dan Shenzhen yang melibatkan 340 pasien.
Dampak Penggunaan Avigan dalam Pengobatan COVID-19
“Pasien yang diberi obat di Shenzhen berubah status menjadi negatif setelah rata-rata empat hari setelah menjadi positif, dibandingkan dengan rata-rata 11 hari untuk mereka yang tidak diobati dengan obat,” kata penyiar publik NHK.
Selain itu, sinar-X mengonfirmasi peningkatan kondisi paru-paru pada sekitar 91 persen pasien yang diobati dengan Avigan, dibandingkan dengan 62 persen yang tidak menggunakan obat.
Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa pasien yang menerima obat teruji negatif dalam waktu singkat, sedangkan gejala pneumonia menjadi sangat berkurang. Hingga kini, obat Avigan masih terus dikembangkan. Para ilmuwan juga tengah menunggu hak paten obat tersebut agar bisa mengembangkan obat generiknya.
Tentunya dengan mengetahui berbagai fakta dan dampak penggunaan obat avigan ini cukup memberikan angin segar bagi penanganan COVID-19 di seluruh dunia.
Mengenal Chloroquine dan Cara Kerjanya Melawan Virus Corona
Berbeda dengan Avigan yang merupakan obat flu, Chloroquine merupakan obat anti malaria. Mampu memblokir virus dan mengikat diri ke sel manusia dan masuk untuk mereplikasinya, Chloroquine sangat potensial untuk mengobati virus corona atau COVID-19 ini. Bahkan, obat ini juga dapat merangsang kekebalan tubuh.
Pada sebuah studi di Marseille, Prancis, Para dokter mengklaim telah berhasil mengobati pasien COVID-19 dengan Chloroquine ini. Studi yang dilakukan dengan 36 pasien yang diantaranya 20 orang diberikan obat tersebut. Setelah 6 hari, 70% pasien tersebut dinyatakan sembuh, virus tidak lagi ada di sampel darah, dibandingkan 12,5% pasien grup kontrol.
Sebuah studi di Guangdong, Tiongkok, bahkan melaporkan bahwa chloroquine efektif dalam memerangi virus corona dalam studi yang dilakukan pada 4 Februari 2020.
Cara Kerja Chloroquine dalam Mengobati COVID-19
Robin May, profesor penyakit menular di University of Birmingham, berspekulasi bahwa proses yang disebut “endositosis”, yaitu virus masuk ke inang, mungkin ada hubungannya dengan proses Chloroquine dalam mengobati COVID-19.
“Ini berarti bahwa virus pada awalnya dimasukkan ke dalam ‘kompartemen’ intraseluler yang biasanya bersifat asam. Chloroquine akan mengubah keasaman kompartemen ini, yang dapat mengganggu kemampuan virus untuk melarikan diri ke sel inang dan mulai mereplikasi,” katanya.
Ia juga menambahkan, bahwa kemungkinan lainnya adalah chloroquine dapat mengubah kemampuan virus untuk mengikat bagian luar sel inang, yang merupakan langkah penting pertama untuk masuk.
Selama sekitar 10 tahun telah ada penelitian yang melaporkan efek anti-virus chloroquine dan oabt ini telah digunakan untuk mengobati pasien dalam wabah sindrom pernapasan akut (Sars) yang parah dari tahun 2002 hingga 2003.
Fakta bahwa Chloroquine harganya murah dan relatif mudah dibuat juga cukup membuat lega. Bahkan, perusahaan farmasi Prancis Sanofi telah menawarkan untuk membagikan jutaan bungkus obat dan mengatakan mereka memiliki cukup untuk merawat 300.000 pasien.
Walaupun begitu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa “sampai saat ini, tidak ada vaksin dan tidak ada obat antivirus khusus untuk mencegah atau mengobati COVID-2019.”
(Sumber : Liputan6.com)