Kotamobagu, FaktaBMR.com – Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Kotamobagu, Anki T Mokoginta bersama Kepala Disbudpar se Bolmong Raya menghadiri pertemuan di kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara, Kamis (5/11/2020) kemarin.
Pertemuan untuk klarifikasi teater Pingkan Matindas itu, juga melibatkan Sutradara teater Pingkan Matindas, Achi Breyvi Talanggai, para Budayawan, Sejarahwan serta Seniman dari Bolmong Raya dan Minahasa.
Anki juga meminta Achi Breyvi Talanggai, untuk datang ke Bolaang Mongondow. “Masih banyak cerita-cerita di Bolaang Mongondow yang bisa ditampilkan. Masih banyak juga yang bisa dipelajari dari kami, timbalah ilmu yang lebih banyak kepada kami, agar supaya nanti tidak terjadi kesalah pahaman dalam penayangan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, masyarakat Bolaang Mongondow adalah orang-orang yang terbuka dan bisa memberikan informasi apa saja tentang sejarah yang dibutuhkan untuk penayangan teater.
“Boleh juga meminta saya untuk memfasilitasi ketemu dengan orang-orang tua kami. Saya ingat Reza Rahardian, memerankan tokoh Habibie, dia harus tinggal dengan Habibie untuk mempelajari karakternya. Jadi saya harap walaupun yang diperankan sudah tidak ada lagi, sudah meninggal ratusan tahun lalu, tetapi mungkin ada informasi yang bisa didapatkan,” ungkapnya.
Tak hanya Achi, ia meminta seluruh pelaku teater berkunjung ke Bolaang Mongondow Raya. “Kalian akan mendapatkan banyak ilmu dan informasi yang bisa dipentaskan dan berita yang baik bagi generasi penerus,” terangnya.
Hukum Adat Tetap Akan Berlaku
Dari hasil akhir dari forum klarifikasi terkait pementasan teatrikal ‘Cahaya Bintang Minahasa Pingkan Matindas’ bahwa pemangku adat tertinggi serta tetua-tetua adat akan tetap memproses secara hukum adat.
Menurut Pemuka adat Chairun Mokoginta bahwa mereka akan tetap melakukan tindak lanjut untuk memproses sesuai adat istiadat yang berlaku di Bolaang Mongondow. “Forum diskusi ini sudah selesai, kami pun sudah mendengar penjelasan dari mereka. Tapi, kami tetap akan memproses sesuai dengan adat istiadat yang sudah menjadi tradisi masyarakat Bolaang Mongondow,” Ungkapnya.
Menurutnya, dalam waktu dekat mereka akan mengurusi segala administrasinya untuk ditindak lanjuti. “Setelah ini kami akan berembuk dengan pemangku adat tertinggi yaitu Wali Kota dan Bupati se BMR dan seluruh pemuka adat untuk merumuskan sanksi adat apa yang layak untuk mereka,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh pemerhati budaya Sumitro Tegela, bahwa hukum tertinggi yang diakui negara adalah hukum adat. “Jadi kami akan tetap memproses mereka untuk hukum adat karena sudah mencederai harkat dan martabat masyarakat Bolaang Mongondow,” jelasnya
Ia pun mengharapkan agar kejadian ini bisa menjadi perhatian bersama agar lebih memperhatikan lagi narasi-narasi yang digunakan agar lebih difilter. “Jadi kedepannya agar lebih diperhatikan lagi narasi-narasi yang digunakan agar tidak membuat ketersinggungan antar suku dan budaya,” terangnya.
Tanggapan Sutradara Teater
Dilansir dari Bolmong.News, Sutradara Teater Pingkan Matindas: Cahaya Bidadari Minahasa, Achi Breyvi Talanggai, mengatakan, menghormati sikap masyarakat Bolaang Mongondow Raya (BMR), atas pentas seni yang dilakukannya, di eks gedung DPRD Provinsi Sulut, Sabtu (30/10/2020) lalu.
“Jika ada teman-teman yang telah mendorong ini ke ranah hukum, saya menghormati hak mereka sebagai warga Negara. Saya tidak punya kuasa menahan mereka membuat pembenaran supaya mereka tidak melaporkan,” ucapnya, usai mengikuti pertemuan bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwiata (Disbudpar) se Bolaang Mongondow Raya, bersama para budayawan, seniman, pegiat sejarah dan sastrawan yang difasilitasi oleh Dinas Kebudayaan Daerah Provinsi Sulawesi Utara, Kamis (05/11/2020) kemarin, di Manado.
Menurutnya, apa yang ia lakukan adalah sebuah karya seni. Sebagai sutradara segala konsekwensinya pun ia pertanggungjawaban. “Karena ini kesenian mereka punya tafsirnya sendiri, saya sebagai sutradara juga punya tafsir sendiri. Nah, akhirnya jika pun ini dibawah ke jalur hukum sebagai warga Negara yang baik saya akan mematuhi hukum. Jika dipanggil saya akan datang, saya akan hadir dengan pengacara saya,” ungkapnya.
“Dan jika seandainya ini tidak dibawah ke jalur hukum, itu alangkah lebih baik, dan akan membuat potensi bias akan tipis, lebih kecil lagi. Maka saya berfikir jika pun dibawah ke ranah hukum akan muncul lagi, akan ada riak lagi, bisa saja,” sambungnya.
Ia juga bersedia bertanggungjawab jika masalah tersebut diproses berdasarkan hukum adat yang berlaku di Bolaang Mongondow Raya.
“Sanksi adat saya belum tahu sanksi apa, tadi saya bicara dengan ibu kadis, katanya akan membahas itu (sanksi adat) di sana (Bolmong Raya), tentu saya akan melihat sanksi adat itu seperti apa. Saya juga bersedia ke Bolaang Mongondow asalkan keselamatan individu saya bisa terjamin,” katanya.
“Meskipun saya tau saudara-saudara saya di Bolaang Mongondow orang-orangnya baik. Tidak menutup kemungkinan akan ada penyusup orang lain, yang justru punya niat mengangkat issue ini menjadi hangat untuk kemudian terjadi konfrontasi antar etnis, saya kuatirkan itu. Kalau saudara-saudara di Bolmong, saya tidak tidak khawatir. Saya tau rata-rata teman-teman saya di kuliah bahkan sampai hari ini orang-orang di Bolmong itu baik-baik,” sambungnya.
Terkait permintaan maaf, meskipun, sudah disampaikannya secara langsung melalui pertemuan itu, ia juga akan melakukan di media sosial. “Saya memang beberapa hari lalu, saya ingin menyampaikan permohonan maaf secara langsung lewat video. Tapi saya anggap itu sia-sia ketika massa publik sedang marah. Maka saya menunda itu. Mungkin sebentar saya akan membuat sebuah video itu dan memposting diakun sosial media saya instagram atau di facebook,” katanya.
Diinformasikan, hadir dalam pertemuan itu, Kepala Disbudpar Bolmong, Ulfa Paputungan, Kepala Disbudpar Bolsel, Wahyudin Kadullah, Kepala Disbudpar Kota Kotamobagu, Anki T Mokoginta, Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Bolmut, Ena Humokor, Budayawan dan fiksiwan Sulut, Reiner Ointoe, pemangku adat Bolmong Chairun Mokoginta, perwakilan AMABOM Muliadi Mokodompit, pemerhati budaya Bolmong, H Ambaru, pegiat sejarah Sumitro Tegela, Murdiono Mokoginta, Uin Mokodongan, bersama sejumlah budayawan, sejarahwan, sastrawan dan seniman Minahasa.